Rahasia Kecerdasan Dibalik Para Perokok

Pada suatu hari seorang wanita aktivis anti tembakau sowan ke ndalem Kiai. Bermaksud meminta fatwa tentang bahaya rokok...

Pentingnya berMADZHAB...

Di Share dari channel telegram Majelis Ar Raudhah pimpinan Habib Novel bin Muhammad Alaydrus...

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 17 Maret 2016

Rahasia Kecerdasan dibalik para Perokok



Di sadur dari Cicanda ... RAHASIA KECERDASAN DIBALIK PARA PEROKOK







Pada suatu hari seorang wanita aktivis anti tembakau sowan ke ndalem Kiai. Bermaksud meminta fatwa tentang bahaya rokok.“Iya, rokok memang berbahaya. Saya setuju sekali sama sampeyan, Mbak,” kata Kiai mantap. Wajah aktivis LSM anti tembakau yang bertamu siang itu pun langsung berbinar.

“Begini...” lanjut beliau. “Merokok itu nggak bisa dilakukan sambil terburu-buru. Anda bisa makan, minum, mandi, bepergian, bahkan bekerja dengan cepat dan tergesa. Tapi tidak untuk merokok. Merokok mesti dilakukan seperti... hmmm... gerakan-gerakan shalat. Harus tuma’ninah istilahnya, Mbak. Sedot, tenang, pengendapan sesaat... baru nyebul. Isep lagi, tenang dan pengendapan lagi...sebul lagi. Begitu terus-menerus. Lihat, ngudud sama sekali bukan aktivitas yang cocok untuk orang yang gegabah dan grusa-grusu…”

“Lho, maaf, katanya bahaya, yai? Kok malah nggak bahas bahayanya?” Si aktivis tampak tidak sabar.
“Sebentar..,” sambil tersenyum bijak sang Kiai memberi kode tangan, agar si aktivis diam dulu. “Untuk menghabiskan satu batang rokok, rata-rata dibutuhkan 20-25 kali hisapan. Kalau seorang perokok ngudud 10 batang saja setiap hari, artinya minimal ada 200-250 kali saat jeda tuma’ninah per harinya. Dua ratus kali setiap hari, Mbak! Nah... bayangkan saja jika ia menempuh hidup seperti itu belasan atau bahkan puluhan tahun. Apakah sampeyan yakin yang demikian itu tidak turut membentuk bangunan bawah sadar dan karakter pribadinya?”

“Bahayanya, Kiai ! Pliss, bahayanya…”
“Jadi, ya nggak usah gampang heran kalau banyak pemikir muncul dari kalangan perokok. Sebab perokok itu bukan semacam speedboat yang melesat cepat di permukaan, melainkan lebih dekat dengan sifat kapal selam. Ia bergerak pelan namun pasti di kedalaman. Makhluk-makhluk kapal selam itu terbiasa tenang, jernih mencermati setiap hal, sekaligus punya daya imajinasi tinggi.

Maka kita tahu ada Einstein, misalnya. Pastilah ia menemukan Teori Relativitas, serta teori bahwa semesta berbentuk melengkung, saat ia leyeh-leyeh sambil kebal-kebul dengan pipa cangklongnya.

Ada juga Sartre, Albert Camus, Derrida, Sigmund Freud, yang semuanya menempa ngelmu tuma’ninah-nya lewat asap tembakau. Contoh lain? Ada Sukarno, Che Guevara, Winston Churcill, hingga John F. Kennedy.
Atau para sastrawan-pemikir, mulai Rudyard Kipling, Hemingway, Mark Twain, Pablo Neruda, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) yang kesemuanya mereka pun menjalani metode yang sama. Jadi bisa kita simpulkan bahwa...”

“Stop ! Stop ! Please, Kiai. Please ! I said : ba-ha-ya ! Please explain the ba-ha-ya !!!”
“Hehe, iya-iya, Mbak... Maaf, saya tegaskan bahwa rokok memang berbahaya untuk paru-paru dan jantung.”

Kiai menghela nafas sesaat. “Tapi... yang paling berbahaya dari seorang manusia bukanlah paru-paru atau jantungnya, melainkan pikiran-pikiran dan hatinya yang kotor.

Selasa, 15 Maret 2016

Pentingnya BERMADZHAB...

Di Share dari channel telegram Majelis Ar Raudhah pimpinan Habib Novel bin Muhammad Alaydrus...


MENGAPA HARUS BERMADZHAB
Oleh Ustadz Novel Bin Muhammad Alaydrus,
Pengasuh Majelis Ilmu Dan Dzikir AR-RAUDHAH, Solo

Tanya :

Kenapa kebanyakan umat Islam dalam beribadah memakai madzhab Imam Syafi'i, Maliki, Hanafi atau Hambali, bukankah yang benar adalah yang mengikuti AlQur’an dan Sunnah (Hadits)?  Kenapa tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah saja?

Jawab :

Sebuah pertanyaan yang menarik, mengapa kita harus bermadzhab?  Mengapa kita tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah saja?

Kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah saja?" seakan-akan menghakimi bahwa orang yang bermadzhab itu tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah.  Penggunaan kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah saja?" tersebut telah menyebabkan sebagian orang memandang remeh ijtihad dan keilmuan para ulama, terutama ulama terdahulu yang sangat dikenal kesalehan dan keluasan ilmunya.  Dengan menggunakan kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah saja?" sekelompok orang sebenarnya sedang berusaha mengajak pendengar dan pembaca tulisannya untuk mengikuti cara berpikirnya, metodenya dalam memahami AlQur’an dan Sunnah, serta menganggap bahwa dirinyalah yang paling benar, karena ia telah berpegang kepada AlQur’an dan Sunnah, bukan fatwa atau pendapat para ulama.  Hal semacam ini tentunya sangat berbahaya.

Sebenarnya sungguh aneh jika seseorang menyatakan agar kita tidak bermadzhab dan seharusnya kembali kepada AlQur’an dan Sunnah.  Mengapa aneh, coba perhatikan, apakah dengan mengikuti suatu madzhab berarti tidak mengikuti AlQur’an dan Sunnah?  Madzhab mana yang tidak kembali kepada AlQur’an dan Sunnah?  Justru para pemuka madzhab tersebut adalah orang-orang yang sangat paham tentang AlQur’an dan Sunnah. Coba dicek, hasil ijtihad yang mana dalam suatu madzhab, yang tidak kembali kepada AlQur’an dan Al Hadits?

Ternyata semua hasil ijtihad keempat madzhab yang populer di dalam Islam semuanya bersumber kepada AlQur’an dan Hadits.  Artinya dengan bermadzhab kita justru sedang kembali kepada AlQur’an dan Hadits dengan cara yang benar, yaitu mengikuti ulama yang dikenal keluasan ilmu dan kesalehannya.

Akhir-akhir ini memang muncul sekelompok orang yang sangat fanatik dengan golongannya dan secara sistematis berupaya mengajak umat Islam meninggalkan madzhab.  Mereka seringkali berkata, "Kembalilah kepada Alquran dan Sunnah".  Ajakan ini sepintas tampak benar, akan tetapi sangat berbahaya, karena secara tidak langsung mereka menggunakan kalimat (propaganda) di atas untuk menjauhkan umat dari meyakini pendapat para ulama terdahulu yang telah mumpuni.  Mereka memaksakan agar kita semua hanya mengikuti pendapat gurunya.

Kemudian perhatikan lebih cermat lagi, apakah mereka yang menyatakan kembali kepada AlQur’an dan Sunnah benar-benar langsung kembali kepada AlQur’an dan Sunnah? Tidak bukan, mereka ternyata menyampaikan pendapat guru-gurunya.  Artinya, mereka sendiri sedang membuat madzhab baru sesuai pemikiran guru-gurunya.
  
Coba bayangkan, andai saja setiap orang kembali kepada AlQur’an dan Sunnah secara langsung, tanpa bertanya kepada pakarnya, apa yang akan terjadi?  Yang terjadi adalah setiap orang akan menafsirkan AlQur’an dan Sunnah menurut akalnya sendiri, jalan pikirnya sendiri, sehingga akan sangat berbahaya.
  
Oleh karena itu, kita harus bermadzhab, agar kita tidak salah memahami AlQur’an dan Sunnah.  Kita sadar, tingkat keilmuan para pakar yang ada di masa ini tidak dapat disamakan dengan para ulama terdahulu, begitu pula tingkat ibadah dan kesalehan mereka.

Telegram Channel :
Telegram.me/majelisarraudhah

Sabtu, 12 Maret 2016

Ketika Mbah Gusdur menangis....

K.H. ABDURRAHMAN WAHID

Dalam kesempatan sambutan ketika silaturrahim ke Pondok Pesantren Al-Asy'ariah Kalibeber Wonosobo, Jawa Tengah tahun 2000, Gus Dur yang waktu itu sedang menjabat sebagai Presiden RI menceritakan bahwa pada tahun 1979 dirinya pernah berkunjung ke Maroko. 

Di salah satu masjid negara setempat ia mendapati sebuah kitab terjemahan arab, yaitu kitab etika karangan Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno. 

Kitab yang berisi tentang materi etika atau akhlak tersebut terletak di sebuah bejana kaca ruang hampa udara. Itu dimaksudkan supaya bisa tahan lama, karena kitab dimaksud ada sejak zaman permulaan Islam.

Menyaksikan kitab langka yang berada di bejana kecil itu, Gus Dur menangisinya. Melihat Gus Dur menangis terharu, imam masjid setempat bertanya:

"Kenapa anda menangis,” tanya sang imam masjid.

"Kalau bukan karena kitab ini, saya tidak akan jadi muslim," jawab Gus Dur.

Lewat cerita di atas Gus Dur menyimpulkan bahwa akhlaknya para kiai dan ulama Indonesia yang selama ini dipraktikkan itu bersumber tidak hanya diambil dari nilai-nilai saja, melainkan juga diambil dari nilai-nilai dan etika sebelumnya. Dia mencontohkan, Aristoteles lahir 1200 tahun sebelum Islam. Kalau tidak karena kitab ini, kata Gus Dur, dirinya tidak akan jadi seorang muslim.

Karena menurut Gus Dur, seorang muslim adalah yang menerapkan nilai-nilai dan etika Islam yang ditujukan untuk mewujudkan kebaikan bersama dan keadilan di tengah masyarakat. Bukan muslim yang hanya menonjolkan simbol-simbol Islam, tetapi jauh dari nilai dan etika Islam rahmatan lil 'alamin.

Pada kesempatan pidato itu Gus Dur juga bercerita, dirinya  sering ditanya orang tentang perbedaan Islam di Indonesia dengan Islam di negara lain. Menurut Gus Dur, Islamnya sama, tetapi perwujudan dan manifestasinya itu yang lain-lain.

"Yang membedakan adalah adanya tradisi keulamaan (di Indonesia) yang diambil dari Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, yaitu tradisi LSM yang bergerak di luar pemerintahan. Dalam istilahnya Taufik Abdullah yaitu tradisi multikratonik," jelas Gus Dur.

"Ada kraton pusat yang memegangi satu tata nilai, namun tidak sampai mematikan tata nilai di pondok-pondok pesantren, di padepokan-padepokan kejawen, dan di pasturan," tambahnya. 

Dengan kata lain, menurut Gus Dur, hal semacam itu adalah ungkapan dari apa yang kita miliki bersama sebagai bangsa Indonesia. Dan ini menjadi inti dari keputusan muktamar NU tahun 1935 di Banjarmasin, sepuluh tahun sebelum Indonesia merdeka.

Karena itu, dalam pandangan Gus Dur, Islam di Indonesia dapat berkembang dengan baik, tanpa harus melalui bermacam-macam hal. Sedangkan sekarang (tahun 2000) terpampang di hadapan kita, adanya bahaya kalau agama dijadikan alat politik untuk mencapai sesuatu. Maka jadinya seperti di Maluku, saat terjadi konflik hebat bermuatan SARA.

"Karena itu, kita harus berhati-hati jangan sampai agama jadi alat politik. Partai politik berdasar agama boleh-boleh saja. Tetapi partai politik harus mendasarkan programnya  pada kepentingan nyata masyarakat. Bukan pada ajaran agama yang resmi. Jadi agama dalam pelaksanaanya bukan dalam perumusannya,” tutur Gus Dur. (M Haromain)

Sumber " NU "

Kamis, 10 Maret 2016

LAYARKACA21.COM SITUS DOWNLOAD FILM TERCEPAT DAN TERBARU

Assalamu'alaikum sobat koclok... hehe kali ini Admin akan membagika link situs situs dowload film yang terlengkap dan terbagus... Mereka simpan file nya di google Drive jadi gak kena sensor... hehe...


ini linknya LAYARKACA21.COM

SS...

Jadi para sobat yang ingin download film udah include subnya di filmnya jadi gak usah download lagi.
Admin sendiri udah download banyak gan....

Senin, 07 Maret 2016

Ini Alasan Warga Dilarang Keluar Rumah Saat Gerhana 1983

ALAMAK....!!!!! 
Ini Alasan Warga Dilarang Keluar Rumah Saat Gerhana 1983



Ridho --- Berbagai mitos tak lepas dari fenomena alam seperti gerhana matahari total yang akan terjadi Rabu 9 Maret. Saat terjadi gerhana matahari total pada 1983, tak ada warga yang berani keluar rumah karena berbagai mitos hingga cahaya matahari dianggap beracun.

         "Menurut cerita orangtua saya, saat itu memang ada informasi dari pemerintah melalui koran maupun televisi, katanya dilarang keluar rumah pada hari itu (terjadi gerhana). Malah ada yang bilang, cahaya matahari beracun," kata pendiri Himpunan Astronom Amatir Semarang (HAAS), Dwi Lestari.

Menurutnya, saat itu pengetahuan warga masih sangat terbatas, apalagi belum tersedia teknologi informasi seperti sekarang. Warga dengan mudah menelan informasi yang belum tentu kebenarannya tanpa mencerna terlebih dahulu.

"Makanya saat itu, sehari sebelum terjadi gerhana, toko makanan laris untuk persediaan. Seharian mereka tidak keluar rumah sama sekali. Padahal, gerhananya hanya sekira lima menit. Informasi seperti inilah yang perlu kita sampaikan ke masyarakat," katanya di depan puluhan mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas MIPA Unnes.

Mahasiswa semester VIII itu menambahkan, fenomena alam, seperti gerhana mataharI total selalu menarik perhatian peneliti. Tak heran, jika peneliti luar negeri berdatangan ke Indonesia untuk melakukan penelitian.

"Nanti ada juga peneliti NASA yang datang ke Balikpapan atau kota lain yang terjadi gerhana matahari total. Itulah sebenarnya alasannya waktu itu, warga dilarang keluar rumah agar tak mengganggu peneliti luar negeri yang mengamati gerhana," tandasnya.

So... Ente Piee.. hehe


Sumber : OKEZONEE.COM

Jumat, 26 Februari 2016

Anggota Santri Koclok

Anggota Santri Koclok PonPes Hidayatul Ulum Kabupaten Karanganyar












Slogan Kami...

SENAJAN KOCLOK NANGING ISIH TURUT 
SENAJAN MBELING NANGING ISIH ELING






Penting Peristiwa Resolusi Jihad NU



Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, peringatan 70 tahun resolusi jihad Nahdatul Ulama (NU) merupakan peristiwa penting dalam sejarah kemerdekan Indonesia.
"Setelah 70 tahun berlalu, hikmah dari resolusi jihad adalah perjuangan melawan penjajah yang digaungkan oleh KH Hasyim Azhari dan Rais Akbar. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, kala itu penjajah ingin menjajah kembali. NICA datang membonceng sekutu. Para santri mengatur langkah strategis, perjuangan menjadi kewajiban memperjuangkan tanah air dan bangsanya," kata Gatot di Tugu Proklamasi, saat memperingati 70 tahun Hari Santri Nasional (HSN), Kamis (22/10/2015).
Menurut Gatot, apa yang telah dilakukan KH Hasyim Azhari dengan memperjuangkan tanah air merupakan jihad fasibilillah, apalagi perlawanan bangsa Indonesia belum diyakini sepenuhnya oleh dunia ketika kemerdekaan diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
"Banyak bangsa dunia belum yakin apakah kemerdekaan diberi hadiah atau perjuangan rakyat Indonesia. Kemerdekaan bukan diberi tapi Indonesia melawan penjajah maka lahirlah di tanggal 22 Oktober 1945 jihad fisabilillah berperang melawan penjajah. Tanpa resolusi jihad tidak ada perlawanan heroik . Maka tidak ada hari pahlawan 10 November, maka tidak mustahil Indonesia hari ini ada," kisahnya.
Gatot menyimpulkan, ada empat peristiwa penting dalam kemerdekaan Indonesia. Pertama tanggal 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan, lalu 5 Oktober 1945 sebagai hari pembentukan TNI. Kemudian 22 Oktober 1945 sebagai resolusi jihad NU dan terakhir 10 November 1945 sebagai hari pahlwan, dimana peristiwa tersebut menjadi peristiwa berarti bagi perjalanan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Hal ini yang ingin kita ingatkan kepada generasi muda. Perjuanganan dalam meraih kemerdekaan tidak dilakukan TNI saja, tapi semua komponen dalam masyarakat," pungkasnya.
Sumber : Okezone

Kamis, 25 Februari 2016

Santri Koclok ... Definisi dan Pengertian


Santri menurut ulama Jawa memiliki makna yang cukup luas untuk ditelusuri. Hal itu disampaikan oleh KH Daud Hendi Ismail pada saat mengisi ceramah agama dalam acara Wisuda Angkatan XIV (أَنْصَارُ الْأُمَّةِ) Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami pada hari Ahad, 5 Mei 2013. Beliau menjelaskan bahwa kata Santri jika ditulis dalam bahasa arab terdiri dari lima huruf  (سنتري), yang setiap hurufnya memiliki kepanjangan serta pengertian yang luas.
1. Sin (س) adalah kepanjangan dari سَافِقُ الخَيْرِ yang memiliki arti Pelopor kebaikan.
2. Nun (ن) adalah kepanjangan dari نَاسِبُ العُلَمَاءِ yang memiliki arti Penerus Ulama.
3. Ta (ت) adalah kepanjangan dari تَارِكُ الْمَعَاصِى yang memiliki arti Orang yang meninggalkan kemaksiatan.
4. Ra(ر)  adalah kepanjangan dari رِضَى اللهِ yang memiliki arti Ridho Allah.
5. Ya (ي) adalah kepanjangan dari اَلْيَقِيْنُ yang memiliki arti Keyakinan.